Singkat di Jogja

Yogyakarta ...
Terbuat dari rindu, pulang, dan berjuta kenangan.
Ya.. buat yang pernah singgah di kota itu punya seribu alasan untuk tidak meninggalkannya. Sebuah kota yang mungkin bagi para pemudanya terkenal mempunyai rasa kesolidaritasan yang sangat tinggi. Tapi bukan itu mau saya share.. 
--
Start sekitar pukul 23.00 dari Jakarta, setelah melewati segala kemacetan dan ugal-ugalan *eh pegal-pegal dijalan. Akhirnya kita sampai di Yogyakarta sekitar pukul 10.00. Jika rundown awal kita langsung ke Kalibiru, namun kali ini kita meleset sebentar di Pantai Congot untuk meluruskan badan dan menghirup udah segar karna lelahnya berjam-jam didalam mobil. Sekaligus menunggu mobil kloter 2 yang ternyata kebablasan ngambil jalur dan mesti berputar lebih jauhhhh untuk sampai di Kalibiru.


1. Halo Pantai Congot..

Pantai ini mungkin masih asing di telinga wisatawan bahkan di telinga masyarakat yang tinggal di Yogyakarta. Pasir yang hitam, ombak yang tinggi, bersih tak ada karang atau batu-batu dibibir pantai. Yang nampak hanya perahu nelayan sedang parkir. Konon pantai ini seringkali digunakan oleh penduduk sekitar yang berprofesi sebagai nelayan untuk menjaring ikan ditepi pantai. Aktivitas lain khas nelayan juga menjadi pemandangan unik tersendiri di pantai ini. Jangan heran jika menemukan nelayan yang sedang membenahi perahu mereka ataupun menjahit jarring untuk menangkap ikan. Disini juga ada penangkaran penyu loh, tapi sayang kita gak mampir buat sekedar mengintip penyu-penyu karna matahari yang udah semakin tinggi dan Kalibiru udah menanti. Hahahaha Bye bye penyu…

2. Yeay, Kalibiru!



Karna ini kali pertama ke Kulon Progo, kami menggunakan Waze alhasil jadilah kami ngikutin apa kata Waze. Duh Waze* . Sebetulnya ada 2 jalur ke Kulon Progo, lewat Wates atau Sentolo. Tapi Waze memilih Wates sebagai jalur kita. Dari kota Wates hanya mengikuti jalan yang menuju ke Waduk Sermo dan menemukan papan penunjuk arah ke Kalibiru. Jalurnya berkelok, bergeronjal dan setengah aspal. Tiket masuknya hanya Rp.10.000 perorang dan Rp.5000 untuk kendaraan mobil.
Tempat nongkrong dari depan homestay
Sesampainya diareal parkir yang cukup luas ternyata disini juga tersedia homestay, Jogjo pertemuan, dan areal camping ground.
 Sudah cukup lama Kalibiru ada di angan. Tempat wisatanya masih asri, dan memiliki pemandangan yang cantik dengan waduk  sermo sebagai background. Suasana alam yang asri membuat saya merasa sangat nyaman dan rileks.  Pemandangan yang indah siap mengobati peƱat dan tekanan yang yang mungkin sedang dialami. Waduk sermo terlihat seperti danau yang sangat megah dan indah dari tempat wisata ini. Pemandangan yang romantic dari waduk sermo ditemani udara yang segar membuat suasana menjadi sangat hidup.
Spot lain yang paling digandrungi disini adalah rumah pohon. Rumah pohon ini juga bisa diakses melalui flying fox dari pohon lainnya atau jika takut bisa langsung naik dari tangga di pohonnya sekitar 5 meter. Disini terdapat beberapa rumah pohon. Ada yang untuk 1-3 orang, dan ada yang 1-8orang. Dan dimasing-masing spot bayar  Rp 10.000-Rp.35.000. Jangan khawatir disini juga menyediakan fotografer untuk mengabadikan momen kita. Cukup bayar Rp.5000 perfoto, minimal cetak 4 foto. Menarik bukan? Uang sejumlah itu tentunya sesuai dengan pengalaman dan pemandangan yang didapat ketika mengunjungi tempat ini. See you again Kalibiru.. 

3. Malamnya Malioboro


Mungkin gak afdol kalo ke Jogja ga mampir ke Malioboro.


Malioboro kaliini sebagai meeting point dengan kloter 2. Berangkat berdua belas, tapi di lokasi berenam. Sisanya kemana? Yaaaa, sisanya kelelahan dan istirahat dirumah mbahnya nenek Rauf .Saking jauhnya nyasar. Duh kalian Wazenya kemana -_- Oke lanjut..


Jalan Malioboro adalah jalan yang paling terkenal di Yogyakarta. Jalan yang menawarkan banyak hal seperti toko batik, mall, restaurant, dan toko souvenir. Suasana macet dan penuh dengan kendaraan yang terpakir dipinggir jalan sudah tidak asing lagi apabila melewati jalan yang amat terkenal ini di Yogyakarta. Trotoar dikedua sisi jalan pun ramai dengan para pedagang, wisatawan yang berkunjung, serta muda-mudi yang sengaja nongkrong disekitar jalan malioboro. Setelah puas keliling malioboro dengan berjalan kaki dan naik delman, kami langsung melipir ke alun-alun..

Alun-alun 
Kota Jogja malam hari memang tampak indah ketika disinari lampu yang kebanyakan berganti-ganti warna 






















Pernah mendengar tentang beringin kembar di kota Jogja? Atau justru pernah mencoba dan membuktikan mitos seputar beringin kembar di kota gudeg tersebut? Nah kebetulan kami melewatinya...

Beringin Kembar
Bagi beberapa orang, kepercayaan tentang mitos beringin kembar sangatlah kuat terutama bagi Suku Jawa. Mitos tersebut menyebutkan bahwa siapa saja yang berhasil berjalan melewati  beringin kembar akan menjadi orang yang sukses dan berkecukupan. Jarak kedua pohon tersebut sekitar sepuluh meter. Tapi sayang kami tidak mencoba hanya sekedar memantau dari jauh saja hehehe *karna cacing kami sudah kelaparan*. 

Sate Klatak 


Tak puas dengan gudeg, kami langsung meluncur mencari Sate Klatak bersama Waze pastinya. Emang dasar satu mobil doyan makan. Hujan juga bukan halangan, toh kita lagi di kota orang jadi mesti puas jalan-jalannya. Menemukan sate klatak ternyata tidak mudah, selain lokasinya yang berada didalam perumahan dan sedikitnya yang berjualan sate klatak didaerah ini yang membuat sate ini sulit ditemukan. 

Sate klatak bertusuk ruji besi, hmm... 


Sate klatak ini adalah sate kambing muda. Tusuknya dari ruji sepeda yang konon merupakan konduktor penghantar panas yang sempurna sehingga daging sate masak sempurna. Satenya pun cukup dibumbui dengan garam namun tidak mengurangi keajaiban rasanya. Justru bumbu ini mengunci rasa sate kambing muda menjadi lebih natural. Sambelnya pun bukan sambel kecap atau kacang, melainkan bumbu gule yang enak meski sederhana. Tempatnya? tempat nongkrongnya desa banget hanya lesehan bertenda terpal. Tempat nongkrong yang gak akan kita jumpai di di kota besar. Satu porsinya Rp.20.000 (2tusuk). Ajib kan? Minumnya juga gak kalah uwenak, Wedang teh. Kebetulan kondisi habis hujan, neyeruput teh ditemani sate klatak serasa hidup ini istimewah. Wangi, sedap, manis, dan kental. Sungguh menyegarkan! 

4. Hmm.. Hutan Pinus Imogiri...
"Ngapain jauh-jauh ke Jogja cuma ngeliat hutan Pinus? Di Gunung Pancar kan adaaa" celetuk saya.


Hutan Pinus Mangunan, lokasi yang tidak jauh dari Taman Buah Mangunan. Berhubung kita gagal ke Taman Buah Mangunan, jadilah kita ke Hutan Pinus Mangunan saja. 


Hutan Pinus Mangunan memang populer sebagai lokasi hunting foto bahkan pre-wedding. Deretan pinus yang tumbuh subur beraturan membuat cantik dipandang. Biaya masuknya gratis, cukup membayar Rp.10.000 untuk parkir mobil. Ternyata hujan masih mengikuti kita, tak lama berfoto-foto dan merebahkan badan diatas hammock yang disediakan hujan turun lagi. Jadilah kita berlarian menuju parkiran dan meluncur ke Air Terjun Sri Gethuk (Green Canyon-nya Jogja)..  Bye bye Pinus. 



5. Air Terjun Sri Gethuk

Muka Panik 
Jika ke Kalibiru jalanannya ekstrim, Sri Gethuk jauh lebih ekstrim cyiiiiinnn.. Jalurnya berkelok dan curam cukup membuat jantungan yang didalam mobil. Serasa pengen turun lagi kebawah, tapi apadaya hanya ada satu jalur yang mengaharuskan jalan terus. 

"Tuh kan coklat! gak percaya sih.." lagi-lagi saya yang paling gerutu disini. 

Jauhnya perjalanan gak membuat rasa puas kita terbayar. Airnya coklat, bukan hijau lagi. Untung pemandangan sekitarnya tebing sekitar 50m dan pepohonan hijau. Jika awalnya kita berpikir air terjunnya gak jauh ternyata pikiran kita salah semua. Air terjunnya sekitar 
300 meteran dari tempat tiket, untuk kesana pun menggunakan perahu rakit dengan biaya Rp.5.000 perorang. Seandainya gak hujan ini bener-bener terlihat seperti green canyon-nya jogja. Aliran sungai yang gak deras, dikelilingi tebing pepohonan dan sensasi naik perahu rakitnya cukup membuat senyum-senyum sendirian. Maaf gak lama yah sri, kita mau lanjut lagi ke Merapi. Habis kamu cokelat sih -_- 

6. Nyore di Merapi 
"Merapi tak pernah ingkar janji.." hehehehehe
Nyore di merapi bukan pilihan yang tepat, ditambah hujan yang cukup deras. Berhubung hari terakhir di Jogja, ada yang ingin mencicipi sensasi motor trail di Merapi dengan terpaksa kami menutup trip singkat ini di Merapi. Apalah daya sebagai penumpang, supir selalu benar~

Seolah dibawa setan "keder" saat memasuki kawasan merapi. Muter-muter dijalur yang sama yang gak berujung, hutan dan jalur truk material (semen dan batu-batu besar). Yang disaat itu hanya ada mobil kami, kebayang dong jika tiba-tiba mogok? Minta tolong kesiapa? Jantungan lagi nih di Merapi. 
Setelah melewati jalanan rusak peninggalan wedus gembel yang gak berujung, akhirnya tiba juga di tempat penyewaan Trail Merapi. Sekitar pukul !7.30 taaanpa banyak percakapan, langit juga semakin gelap ditambah udara dingin setelah hujan para pria langsung memilih kendaraannya. Duh sebagai wanita pengendara di Jakarta pengen rasanya bawa Trail di Merapi tapi sayang para pria tak mempercayai keahlian kita sebagai pembalap (emang gabisa motor kopling sih, hehe).


kloter 2 ke Merapi juga

Sayang, trail kali ini hanya di kaki gunung Merapi, sekitaran Cangkringan dan petilasan Mbah Marijan. Andai partner cewe 1nya bisa bolos sehari lagi. Mungkin bakal lebih lama disini, tapi tak apa yang penting mencoba trail disekitaran Merapi, kata para pria.

Dari kejauhan Gunung Merapi ini sangat gagah, hawa mistisnya mulai terasa saat guide trail memberi arahan. Perlahan trail yang kami naiki, melewati jalan setapak lalu ke hutan sampai ketemu petilasan Mbah Marijan. Setelah petilasan, kami langsung turun melewati jalur beda, yang pemandangannya bukan hutan melainkan tebing yang cukup terjal hingga akhirnya tiba lagi di pos penyewaan motor trail. Makasih mas! Meski singkat, tapi udah bikin kami ketagihan!!

--

Makasih juga buat teman-teman yang udah maksa ngikut dan ngeluarin sumpah serapahnya kalo saya sampai gak ikut~~











Komentar