Tunggu sebentar lagi yah..

mamamuda :D
Aku tak besar di keluarga yang punya pohon uang. Orangtuaku nyaris remuk karena mesti terus membanting tulang...

Sebagai anak, aku tahu makna kata “berjuang” dan “berkorban” sebelum bisa berhitung 1 +  1. Orangtuakulah yang memperkenalkannya. Mereka ingin yang terbaik untuk kami semua. Pendidikan yang terjamin. Makanan yang melimpah dan bisa kami ambil kapan saja di atas meja. Pakaian yang tak cepat sobek, awet hingga bertahun-tahun lamanya. Dan mereka tahu: butuh kerja ekstra untuk bisa membeli itu semua.
Aku melihat Bapa mengorbankan waktu luangnya untuk mengambil pekerjaan tambahan. Mama pun harus bekerja pula demi membantu pemasukan.

Kini aku sudah dewasa. Sudah saatnya berhenti meminta dan mulai berusaha — membalas budi orangtua
Aku yang sekarang ini, Ma, bukan lagi gadis kecil yang sibuk bermain rumah-rumahan. Aku sudah mengerti — kebanyakan atap rumah tak berwarna pink cerah, orang-orang tak terbuat dari plastik, dan pasangan yang ada di rumah itu bisa saja bertengkar hebat dan memilih bercerai. Kini aku sudah dewasa. Sudah tahu betapa beratnya realita.

Walau dibesarkan penuh kasih sayang, aku tak tumbuh menjadi manja. Buktinya, aku tak pernah lagi meminta uang dari Bapa ataupun Mama. Diriku sudah mampu berdikari. Mungkin memang gajiku belum seberapa, namun diriku tak perlu merepotkan kalian lagi.

Umurku sudah bisa dibilang “tua”. Sudah saatnya aku berhenti meminta, dan mulai berusaha membahagiakan orangtua. Begini-begini, aku sebenarnya sering memikirkan Bapa dan Mama. Mengapa padaku kalian tak pernah meminta? Jika aku memberikan sesuatu, apakah kalian akan menyukainya? Mungkinkah Bapa atau Mama menolaknya dan berkata, “Udah, simpan buat kaka aja.”?

Ah, tolong, saat aku memberikan sesuatu, janganlah kalian menolaknya. Karena sama seperti kalian dulu — aku hanya ingin membuat kalian bahagia.

“Pilih yang mana aja, Ma. Biar kaka yang membayarnya.”

Seperti yang kusebutkan tadi, gajiku saat ini memang masih belum seberapa. Tapi aku sedang meniti tangga karier yang tak main-main dan aku berlari agar bisa sampai di puncaknya dengan segera. Bukan karena aku begitu haus pada dunia. Aku hanya ingin bisa berkata seperti Mama dulu, sewaktu mataku terpancang dan berbinar melihat rumah-rumahan di mall. 

"Mama mau yang mana ? Pilih aja.. Nanti kaka yang bayar"

Ah, betapa bahagianya bisa membelikanmu sesuatu. Bahkan walau aku tahu, itu tak akan bisa membayar seluruh hutang budiku padamu.


Bersabarlah sebentar, Mama dan Bapaku sayang. Suatu hari di masa depan nanti, kalimat itu akan fasih kuucapkan.

Komentar