Ya, Nothing is impossible.
Suara adzan berkumandang. Matahari pun perlahan mulai memancarkan kilaunya. Cahaya oranye kekuningan menyeruak kabut dan awan. Kegagahan gunung Papandayan pun makin nyata. Tubuh yang menggigil kembali hangat. Namun teman-teman dari Fency Community belum nampak. Hanya anak-anak yang katanya pecinta gunung yang terus berdatangan sepanjang mata memandang.
Sekitar pukul 09.30 rombongan tiba di Camp David dengan menggunakan mobil pick-up."Akhirnya dateng juga" kata Bojoy. Karna longweekend, dan mereka baru berangkat pukul 22.30 dari parkiran IRTI Monas yang menyebabkan mereka terhambat kemacetan. Sesampainya mereka di camp David , Kami bersiap-siap dahulu. Ada yang membersihkan diri, makan, sholat hingga packing ulang. Setelah semuanya siap. Kami pun mulai mendaki. Sebelum mendaki kami melakukan registrasi di pos pendakian. Setelah selesai, barulah menapaki jalur pendakian. Langkah demi langkah. Jalur yang pertama ditempuh adalah jalur menanjak berbatu. Jalurnya landai, berbatu-batu besar dan tidak licin. Dikanan kiri ada rumpun semak. Langit bersanding gunung, sungguh benar-benar indah. Pendakian pun terasa menyenangkan.
Selama pendakian saya bertemu dengan seorang Tuna Netra bernama Hafidz yang didamping Relawan bernama mas Andi. Hafidz merupakan sorang Tuna Netra sejak lahir. "Saya tidak mengalami kesulitan berarti ketika mendampingi Hafidz. Gerakannya sama seperti orang normal, tidak kaku. Respon Hafidz terhadap suara lebih baik daripada saya. Ia dapat mendengar suara dari kejauhan. Dalam pendakian hafidz berpatokan pada panduan yang saya berikan. Misalnya, ketika ada batu besar yang menghalangi jalan. Saya akan memberitahukannya kepada Hafidz tetapi bukan seperti 'itu di depan ada batu besar' melainkan seperti 'kira-kira 3 langkah kedepan ada batu besar sebesar bola basket, bisadihindari dari sisi kanan'. HAfidz kemudian mengarahkan tongkat ke arah yang saya maksud tadi." jelas Mas Andi.
Sekitar satu jam perjalanan, banyak dari kami yang sesekali istirahat karna kelelahan dan haus. Asap kawah yang membumbung mulai tampak dekat. Bebatuan dijalanan mulai bercampur dengan warna putih dan kuning tanda ada kandungan belerang..
Kawah Papandayan pun di depan mata.Medannya cukup terjal, berkelok dan naik turun. Namun, konon lokasinya paling favorit untuk berfoto. Asap kawah yang menari-nari menjadi latar belakangnya. Setelah melewati kawah, pendaki harus bekerja keras. Medan mulai menantang. Udara pun sejuk khas pegunungan, tidak ada bau belerang lagi. Turunan terjal dan jalan setapak dengan hutan membekap harus dilewati. Jalanan berubah menjaditanah licin. Perjalanan seperti itu harus dilewati selama dua sampai tiga jam. Jika sudah mulai menjumpai batang-batang pohon kering yang tumbuh jarang-jarang, akhirnya perjalanan hampir selesai.
Perjalanan turun pun terasa menyenangkan. Tak ada raut sedih dan lelah, keluh pun tak terdengar.Mereka gembira, kompak dan sangat menikmatinya. Bahkan ada beberapa foto yang diambil tanpa malu-malu sewaktu mendaki dan turun sebagai kenang-kenangan.
Teman-teman Fency Community berhasil melakukan pendakian massal di Gunung Papandayan 2265 Mdpl-Garut bersama 30 Tunanetra dan 90 Relawan, pada 30 April - 2 Mei 2015.
30 April 2015
Sekitar pukul 21.00 mobil yang mengantarkan kami ke Papandayan tiba di Jatiwaringin. Mobil tiba, kami segera mencari tempat untuk makan malam dan membeli kebutuhan disana. Kami berangkat sekitar pukul 22.00 dari Jatiwaringin. Perjalanan kami pun tak terhambat oleh kemacetan sehingga kami sudah tiba di Papandayan sekitar pukul 02.30 pagi.
Langit bertaburan bintang, warnanya biru keabuan terselimuti awan. Asap putih keluar dari tiap hembusan napas.Tak banyak cahaya. Hanya warung-warung kopi yang nampak. Gunung Papandayan nan gagahpun tak terlihat karna kabut tebal masih menyelimuti. Rasa ngantuk sekejap hilang berganti dengan rasa kedinginan yang dahsyat.
Mobil yang mengantarkan kami pun bergegas pergi meninggalkan kami *hiks*. Dengan tubuh menggigil kami segera mencari warung untuk menghangatkahn diri dan beristirahat sambil menunggu rombongan Fency Community tiba.
1 Mei 2015

Hafidz dan Mas Andi |


Yeaaay, selamat datang di Pondok Saladah. Kami tiba di Pondok Saladah sekitar pukul 14.00. Area kemahnya cukup luas, sekitar 8 hektar. Dan hampir penuh sama tenda-tenda pendaki. Waww!! Langit yang cerah berganti gelap, rintik-rintik hujan perlahan turun.Tak lama kemudian, hujan turun. Beruntung tenda mereka sudah didirikan sehingga meraka dapat langsung masuk ketenda menghindari hujan. Acara yang kiranya akan diadakan pada sore dan malam hari pun terpaksa ditiadakan karna masih hujan, tidak memungkinkan bagi mereka untuk beraktifitas diluar tenda. Makan dan minum pun kami lakukan didalam tenda. Malam harinya pun kami was-was karena takut air hujan merembes masuk ke tenda. Alhamdulillahnya air hujan tidak masuk ke tenda. Hanya ada embun dibagian dalam tenda sehingga tidak terlalu mengganggu kami.
2 Mei 2015
Sekitar pukul 08.00 hujan reda. Rencana awal, kami akan mendaki menuju Tegal Alun dari Pondok Saladah lalu ke Hutan Mati. Namun rencana tersebut dibatalkan karna medan yang licin dan semakin sulit akibat hujan yang turun semalaman.Kami pun baru keluar tenda pukul 08.30. Ada yang berfoto-foto di sekitar Bunga Edelwiss , mengantri di toilet *ajaib digunung ada toilet, ngantri pula* , dan sarapan. Sekitar pukul 09.30 kami mengemas barang bawaan dan bersiap untuk turun gunung.

Sekitar pukul 13.00, semua peserta sudah tiba di Camp David. Acara yang tadinya diadakan di Pondok Saladah dialihkan ke Camp David, tetapi digantikan dengan sharing kesan-kesan selama pendakian oleh masing-masing perwakilan kelompok, baik Tuna Netra maupun Relawan. Sebagian ternyata baru pertama kali mendaki gunung dan perjalanan kali ini sebagai hal yang menyenangkan.
Pukul 16.00 kami bergegas kembali ke Jakarta. Sebelum perjalanan pulang, mereka makan dahulu karena bus tidak berhenti lagi di tengah perjalanan, tetapi langsung menuju Jakarta. Selesai makan dan bersih-bersih Fency Community dan rombongan langsung turun menuju cisurupan menggunakan mobil pick-up. Tetapi kami (saya, Mama Camer *Ibunya Dharma yg suka jalan-jalan juga* , MyOne *Dharma Wijayanto/Gatra* , Bang Bojoy *Euseubio/inilah.com* , Bang Abe *Agung/Freelance Photographer*) menggunakan ojek menuju Cisurupan. Setibanya di Cisurupan pukul 17.30 kami bertolak meninggalkan Cisurupan untuk kembali menuju Jakarta.
Pukul 16.00 kami bergegas kembali ke Jakarta. Sebelum perjalanan pulang, mereka makan dahulu karena bus tidak berhenti lagi di tengah perjalanan, tetapi langsung menuju Jakarta. Selesai makan dan bersih-bersih Fency Community dan rombongan langsung turun menuju cisurupan menggunakan mobil pick-up. Tetapi kami (saya, Mama Camer *Ibunya Dharma yg suka jalan-jalan juga* , MyOne *Dharma Wijayanto/Gatra* , Bang Bojoy *Euseubio/inilah.com* , Bang Abe *Agung/Freelance Photographer*) menggunakan ojek menuju Cisurupan. Setibanya di Cisurupan pukul 17.30 kami bertolak meninggalkan Cisurupan untuk kembali menuju Jakarta.
Udara yang sejuk, jalanan yang berliku dikelilingi pepohonan membuat perjalanan kali ini ditutup dengan indaaaaah...
Perjalanan pulang relatif lancar dan tepat waktu, sehingga pukul 00.30 tanggal 2 Mei 2015 kami tiba di Parkiran IRTI Monas. Sungguh pengalaman baru bagi saya dan membuat saya ingin kembali mendaki.
Perjalanan pulang relatif lancar dan tepat waktu, sehingga pukul 00.30 tanggal 2 Mei 2015 kami tiba di Parkiran IRTI Monas. Sungguh pengalaman baru bagi saya dan membuat saya ingin kembali mendaki.
Pendakian pertama bersama Tuna Netra sangat berkesan bagi saya. Membuka wawasan saya, bahwa para Tuna Netra selayaknya diperlakukan sama dengan orang normal. Karena kemampuan mereka pun sama dengan kita. Mereka sangat mandiri dan berprestasi. Saya sangat sangat kagum dengan mereka. Keterbatasan mereka bukan halangan tetapi nilai lebih yang dapat memacu diri untuk lebih baik.
Sampai jumpa lagi..!!!
Komentar
Posting Komentar